Jangan membuat keputusan ketika sedang marah, jangan membuat janji ketika sedang gembira. -Ali bin Abi Thalib
Setiap manusia pasti pernah berjanji, entah itu janji yang sedang serius atau janji ketika sedang meletup-letup kebahagiannya. Jika percaya akan janji yang dibuat orang ketika sedang bahagia.
Maka siap-siaplah. Karena apa-apa yang membuatmu percaya terlalu dalam pada akhirnya akan menyakitimu terlalu dalam pula.
Seperti anak kecil yang dijanjikan akan dibelikan sepatu baru oleh ayahnya, dan merengek keras saat sepatu baru tak kunjung ada.
Kecewa? tentu.
Tapi saya sadar saya bukan anak kecil lagi yang bisa merengek keras ketika yang berjanji tidak menepati. Terlebih jika janji itu adalah dalam sebuah hubungan, yang .. yah masih belum ada ikatan.
Apa-apa yang belum diikat memang bisa sewaktu waktu lepas. bahkan tak hanya lepas dan pergi. namun ia bisa saja hilang. Dan disaat ia hilang, belum tentu ia ingat akan janji-janjinya. Boro-boro mau ingat, rindu pun mungkin tidak.
Justru siapa tau dia menyimpan luka. Luka ada karena, kita masih mengingat janjinya yang dahulu.
Kenapa masih diungkit-ungkit? Padahal semuanya sudah lewat.
Dan tuhan adalah maha pembolak balik hati, bagaimana saya bisa berjanji dan percaya janji pada sesuatu yang belum diikat? Ketika semua sudah berubah, janji yang dibuat bersama dahulu ketika masih berdua mungkin memang sudah tidak berlaku lagi. Jadi buat apa menuntut janji yang sudah tidak berlaku untuk ditepati? bukankah hal yang seperti itu yang justru membuat sakit hati?
Ada beberapa melepaskan yang berujung pada melegakan. Namun juga ada beberapa melepaskan yang berujung pada penyesalan. Mengerikan memang ketika yang melepaskan berujung pada kelegaan, sesalah itukah sampai sampai ketika dilepaskan justru ia merasa lega? Namun jika berujun pada penyesalan, itu juga mengerikan.. karena sesuatu yang sudah pergi tak usah kau harapkan untuk kembali.
Tapi setidaknya, terimakasih..
Terimakasih sudah memberikan warna, entah itu warna yang indah temaram atau justru warna yang kelam. Terimakasih sudah memberikan setitik bahagia, pun jika akhirnya juga berujung duka.
Terimakasih sudah membuat saya menghargai arti sendiri.
Jauh lebih baik sendiri, daripada berdua tapi berlomba-lomba untuk membuktikan tentang siapa yang lebih tersakiti.
Terimakasih untuk setiap pelajaran, kenangan, yang memang susah dilupakan. Terimakasih karena sudah pernah ada. Dari setiap hal yang telah terjadi, saya bersabar-sabar untuk belajar memupuk suatu sifat bernama ikhlas. Karena ikhlas adalah sebaik-baiknya obat untuk mengiringi sebuah kehilangan. iya kan?
Maaf. karena dilangkah-langkah saya pasti ada yang tersakiti meskipun sebenarnya bukan itu yang dimaksud oleh hati ini. Semoga luka yang ada tidak tumbuh menjadi benci.
Terimakasih sudah pernah singgah, meskipun sempat menambah perihnya luka.
Semoga bahagia.
Manusia gak ada yang sempurna, yang sempurna itu cuman Tuhan :)
ReplyDeleteoh iya tentu saja :)
Delete